INHU, DETAKSATU.COM – Komisi II DPRD Inhu-Riau, kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (4/2/2025), dengan memanggil manajemen PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP). Hearing kali ini membahas polemik kebun kelapa sawit seluas 2.000 hektare yang diperuntukkan bagi 1.000 Calon Petani Plasma (CPP) melalui skema Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) yang ditetapkan oleh Bupati Inhu pada 2019.
Kerja sama pola KKPA perkebunan kelapa sawit PT TPP, melibatkan 4 Empat desa, yakni Desa Jati Rejo dan Desa Serumpun Jaya Kecamatan Pasir Penyu, Desa Redang Seko (Kecamatan Lirik), dan Desa Air Putih Kecamatan Sei Lala.
Dalam kerja sama yang telah berjalan sejak 1999 ini, kelompok masyarakat dari tiga desa menyerahkan lahan ribuan hektare untuk ditanami kelapa sawit. Awalnya, lahan tersebut merupakan kebun masyarakat dan pemukiman yang kemudian diserahkan untuk penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan PT TPP. HGU yang semula seluas 4.315 hektare dikurangi menjadi 3.225 hektare, kebun dialokasikan untuk pola KKPA oleh PT TPP lahannya diluar HGU berada di Desa Redang Seko.
Namun, hingga lebih dari dua dekade berlalu. Masyarakat Desa Redang Seko sudah menikmati hasilnya tapi dari ketiga desa tersebut belum menerima hasil dari kerja sama pola KKPA dengan perkebunan PT TPP. Permasalahan muncul ketika diketahui bahwa lahan yang dibangun kebun untuk pola KKPA ternyata termasuk dalam kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK), yang menyebabkan ketidakjelasan status lahan dan pembagian hasil.
Dari ketidak jelasan status lahan tersebut masyarakat desa Redang Seko memanfaatkan sampai detik ini masih mengolahnya bagi masyarakat yang ada di Tiga Desa, diantaranya Desa Jatirejo,Serumpun Jaya dan Desa Air Putih mendapat tekanan kriminalisasi dari oknum oknum sebagian masyarakat desa Redang Seko untuk memanen Sawit nya.
Hearing persoalan lahan KKPA PT TPP dengan empat desa dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Inhu, Arsyadi SH, didampingi langsung Ketua DPRD Inhu Sabtu Pradansyah Sinurat, tampak Wakil Ketua Komisi II Martimbang Simbolon, Sekretaris Komisi II Yasman, serta sejumlah anggota Komisi II lainnya seperti Dadik Supriyanto, Bayu Nofyandri, dan Moch Rokhim.
Dari pihak perkebunan PT TPP, hadir Dede Putra, Yudita Robby C, Angga Fenryan dan Suyanto. Sementara dari pihak desa, hadir Kepala Desa Jati Rejo H Daeni, Kepala Desa Serumpun Jaya Jasrial, Kepala Desa Air Putih Juanda, dan Kepala Desa Redang Seko Moh Yamin. Hearing menghadirkan Kepala Dinas Perkebunan, Pertanian dan Peternakan Inhu Dedi Dianto serta Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Suyono.
Dalam hearing tersebut, Komisi II DPRD Inhu memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan untuk diteruskan sebagai rekomendasi ke pimpinan DPRD Inhu dan akan menjadwalkan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan pihak-pihak terkait dari instansi di tingkat Provinsi Riau. Salah satu pihak yang akan dihadirkan adalah Espo, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau untuk membahas status kawasan hutan yang menjadi inti permasalahan.
Ketua Komisi II DPRD Inhu, Arsyadi SH, menyarankan agar laporan perkembangan penyelesaian sengketa KKPA disampaikan setiap enam bulan. Namun, usulan tersebut ditolak oleh ketiga kepala desa yang meminta agar proses penyelesaian dipercepat. “Nanti kita jadwalkan dalam waktu dekat, tidak perlu menunggu enam bulan setelah pelaporan proses penyelesaian,” ujar Arsyadi, menyetujui permintaan para kepala desa.
Ketua DPRD Inhu Sabtu Pradansyah Sinurat, juga menegaskan pentingnya menginventarisasi kembali seluruh permasalahan yang ada terkait kerja sama tiga desa dengan perkebunan PT TPP. “Silakan diinventarisir kembali persoalan masalahnya, nanti kita fasilitasi dalam bentuk mengeluarkan rekomendasi penyelesaian kepada pemerintah,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan masyarakat, CDO perkebunan Kelapa sawit PT TPP Yudita Robby C menjelaskan, sebelum realisasi kebun KKPA untuk tiga desa, perusahaan telah mengalokasikan berbagai bantuan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk desa di sekitar perkebunan PT TPP. “Untuk tiga desa yang menunggu kebun KKPA karena masih dalam proses status areal kebun HPK, maka setiap bulan koperasi di tiga desa ini kita bantu Rp 30 juta. Selain itu, ada juga kegiatan pembinaan peternakan, pertanian, serta pemeliharaan ikan kolam,” jelas Yudita.
Meski demikian, masyarakat dari ketiga desa tetap berharap ada penyelesaian konkret terkait kepemilikan dan hasil kebun pola KKPA yang telah mereka nantikan selama lebih dari 20 tahun. Hearing lanjutan diharapkan dapat memberikan kejelasan dan solusi atas sengketa lahan yang berlarut-larut ini. (Fz-Rls)
Komentar